Pengetahuan Prasyarat untuk Strategi Visualisasi adalah:
1. Kemampuan prosedur Aritmatika Dasar yaitu penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
2. Penguasaan konsep Panjang Langkah, (Banyak Langkah) dan Jarak Tempuh. Yang nantinya digunakan untuk memahami grafik garis dalam bagian Inductive (Penalaran Induktif).
Persamaan Dasar Konsep Panjang Langkah:
Catatan: Dalam persamaan di atas (Banyak Langkah) ditandai dengan tanda kurung agar jelas bahwa Banyak Langkah bersifat tidak mempunyai satuan. Selain itu Panjang Langkah sementara diasumsikan bernilai Positif.
Contoh:
1. Dalam 20 kali melangkah, jarak yang ditempuh oleh Budi adalah 10 meter. Berapakah Panjang Langkah dari Budi?
Jawab:
Diketahui:
Jarak Tempuh = 10 meter
(Banyak Langkah) = (20) kali
2. Jarak yang harus ditempuh oleh Andi adalah 300 meter. Sedangkan dalam sekali melangkah Andi akan mencapai jarak 1,5 meter. Berapa banyaknya Andi harus melangkah?
Jawab:
Diketahui:
Jarak Tempuh = 300 meter
Panjang Langkah = 1,5 meter
3. Panjang langkah Dedi adalah 1,25 meter. Dedi telah melangkah sebanyak 400 kali. Berapakah jarak yang telah ditempuh oleh Dedi?
Jawab:
Diketahui:
Panjang Langkah = 1,25 meter
(Banyak Langkah) = (400) kali
Read more...
Selasa, 27 Mei 2008
PANJANG LANGKAH DAN JARAK TEMPUH
Strategi Visualisasi: Memecahkan Soal Cerita Tanpa Persamaan Aljabar
Ide utama dari strategi ini adalah dengan mereduksi problem Aljabar menjadi sekedar problem Aritmatika saja. Karena berada dalam bentuk problem Aritmatika, siswa jelas akan lebih mudah menghitung daripada dalam bentuk problem Aljabar. Sehingga penguasaan dari strategi ini dapat digunakan di awal pengenalan bidang Aljabar, yang seringkali terasa sangat menyulitkan siswa. Strategi Visualisasi ini adalah contoh Metode Think CoW! yang cocok digunakan siswa pada Tahap konkret-operasional dalam bidang Aljabar.
Selanjutnya juga penguasaan strategi Visualisasi ini memudahkan siswa untuk mengenali pola-pola Aljabar dalam problem nyata yang dihadapinya sehari-hari, dan untuk memecahkannya dengan mudah karena strategi tersebut dapat divisualisasi tanpa harus menuliskan persamaan matematika.
Untuk mengaplikasikan strategi Visualisasi ini, perlu diperhatikan Pengetahuan Prasyarat yang sudah dikuasai oleh siswa. Pendekatan kognitif memang menekankan bagaimana memperoleh dan menggunakan Pengetahuan sehingga dalam penerapannya pada pendidikan, Pengetahuan Prasyarat dari siswa harus dapat diidentifikasi terlebih dahulu.
Read more...
Selasa, 13 Mei 2008
Geometri Awal
Geometri berasal dari bahasa Yunani, yang artinya ”geo” = bumi, dan ”metria” = pengukuran. Jadi secara harafiah berarti pengukuran tentang bumi, merupakan cabang matematika yang mempelajari hubungan di dalam bidang dan ruang.
Catatan paling awal mengenai geometri dapat ditelusuri hingga ke jaman Mesir kuno, Babilonia dan Yunani kuno. Peradaban-peradaban ini diketahui memiliki keahlian dalam drainase rawa, irigasi, pengendalian banjir dan pendirian bangunan-bagunan besar. Kebanyakan geometri Mesir kuno dan Babilonia terbatas pada perhitungan panjang segmen-segmen garis, luas, dan volume untuk keperluan praktis. Dan kemudian baru bangsa Yunani kuno lah yang mengembangkannya dalam bentuk matematika formal untuk geometri dengan menggunakan aturan logika
Bangsa Mesir Kuno (2000 - 500 SM.)
Orang-orang Mesir kuno menggunakan pengetahuan geometri dalam pekerjaan survei dan konstruksi. Setiap tahun, luapan sungai Nil menenggelamkan lahan pertanian mereka dan untuk menata kembali lahan semula, mereka melakukan survei ulang. Dalam melakukan pekerjaan itu, mereka telah menggunakan nilai pendekatan yaitu pi (di sekolah, pi didekati dengan 22/7) yang dapat diketahui dalam Papyrus Rhind.
Bangsa Babilonia (2000 - 500 SM.)
Orang-orang Babilonia diketahui telah mengetahui hubungan Pythagoras. Misalnya diketahui dari tulisan pada tanah liat (clay tablet), yaitu jika 4 adalah panjang dan 5 merupakan diagonal. Berapa tingginya? Dengan ukurannya tidak disebutkan, diuraikan bahwa 4 dikalikan dengan 4 adalah 16, dan 5 dikalikan dengan 5 sama dengan 25. Ambillah 16 dari 25 sehingga sisanya 9. Berapa dikalikan berapa agar diperoleh 9? Jadi disimpulkan 3 merupakan tingginya.
Bangsa Yunani Kuno (750 - 250 SM)
Orang-orang Yunani kuno menggunakan selama berabad-abad geometri eksperimental, seperti orang Mesir dan Babilonia, dan menyerap budaya kedua bangsa kuno itu. Selanjutnya, orang-orang Yunani menyusun matematika formal yang pertama untuk geometri menggunakan aturan logika. Buku penting dan utama tentang geometri Euclid (400 SM), berjudul The Elements memuat landasan geometri yang di pelajari di sekolah hingga saat ini.
Pada jaman sekarang, kita sudah mengenal bentuk-bentuk geometri seperti yang dipelajari bangsa-bangsa kuno di atas sejak Taman Kanak-Kanak (TK), misalnya bujursangkar dan kubus. Bentuk ini diajarkan dengan cara menggambarnya pada kertas, dan kemudian diajarkan juga cara menghitung luas dan volume-nya (yaitu sebagai kuantitas) dengan menggunakan rumus untuk menghitung luas bujursangkar yang tidak lain berupa Operasi Pangkat Dua dan volume kubus yang berupa Operasi Pangkat Tiga.
Read more...
Selasa, 06 Mei 2008
KOGNITIF SAINS
Kognitif sains didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari otak dan kecerdasan. Ia adalah suatu bidang yang bersifat interdisipliner.
"Cognitive science is the interdisciplinary study of mind and intelligence, embracing psychology, philosophy, neuroscience, linguistics, anthropology, computer science, and biology."
Istilah Kognitif sains dibuat oleh Christopher Longuet-Higgins pada tahun 1973 pada komentarnya mengenai perkembangan riset Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence).
Ilmu ini kemudian lahir pertengahan th. 1970 karena adanya pertanyaan yang sama diantara para ahli di berbagai bidang yaitu: psikologi kognitif, komputer, liguistik,
filsafat, syaraf (neurolog), dan antropologi. Pertanyaan tersebut adalah: BAGAIMANA ALAM BERFIKIR MANUSIA? ( how is the nature of the human mind?)
Selanjutnya berdasarkan pertanyaan utama tersebut, tujuan dari Kognitif sains adalah "memahami kerja dari alam berfikir manusia". Walaupun studi seperti ini sudah dimulai sejak zaman Yunani oleh Plato dan Aritoteles, tetapi Kognitif sains berbeda dalam hal metodenya yang mendasarkan diri pada eksperimen cara kerja otak manusia secara langsung (bukan secara teoritik seperti dalam ilmu filsafat).
Ada beberapa pendekatan dalam studi tentang Kognitif sains, yaitu simbolik, koneksionis , dan sistem dinamik.
1.Simbolik - berdasarkan analogi antara kerja otak dengan kerja komputer, sehingga diasumsikan kognisi dapat disimbolkan dan melukan operasi pada simbol tersebut.
2.Koneksionis - berdasarkan model jaringan syaraf dari otak manusia, dan mensimulasikannya dengan komputer.
3.Sistem dinamik - menggunakan eksperimen untuk mengamati secara langsung sistem dinamika yang terjadi dalam otak manusia dan merumuskan pola-polanya berdasarkan data-data tersebut.
Read more...
Kamis, 01 Mei 2008
Perkembangan Kognitif dan Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
1. Tahap Sensori-Motor (0-2)
Inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis (practical intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun merupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk menjadi fundasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 - 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.
2. Tahap Pra Operasional (2–7)
Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
3. Tahap konkret-operasional (7-11)
Pada periode ditandai oleh adanya tambahan kemampuan yang disebut system of operation (satuan langkah berfikir) yang bermanfaat untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam pemikirannya sendiri. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
4. Tahap formal-operasional (11-dewasa)
Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and Verbal Analogies, Jones dan Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001) menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun.
Dengan berpatokan kepada hasil tes IQ, Bloom (1964) mengungkapkan prosentase taraf perkembangan sebagai berikut :
Usia Perkembangan
1 tahun Sekitar 20 %
4 tahun Sekitar 50 %
8 tahun Sekitar 80 %
13 tahun Sekitar 92 %
Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Dalam bagian sebelumnya telah dikemukakan tentang aspek-aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil :
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.
Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Kamis, 17 April 2008
Aljabar
Aljabar (Algebra) adalah cabang matematika yang mempelajari struktur, hubungan dan kuantitas. Untuk mempelajari hal-hal ini dalam aljabar digunakan simbol (biasanya berupa huruf) untuk merepresentasikan bilangan secara umum sebagai sarana penyederhanaan dan alat bantu memecahkan masalah. Contohnya, x mewakili bilangan yang diketahui dan y bilangan yang ingin diketahui. Sehingga bila Andi mempunyai x buku dan kemudian Budi mempunyai 3 buku lebih banyak daripada Andi, maka dalam aljabar, buku Budi dapat ditulis sebagai y = x + 3. Dengan menggunakan aljabar, Anda dapat menyelidiki pola aturan aturan bilangan umumnya. Aljabar dapat diasumsikan dengan cara memandang benda dari atas, sehingga kita dapat menemukan pola umumnya.
Aljabar telah digunakan matematikawan sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Sejarah mencatat penggunaan aljabar telah dilakukan bangsa Mesopotamia pada 3.500 tahun yang lalu. Nama Aljabar berasal dari kitab yang ditulis pada tahun 830 oleh Matematikawan Persia Muhammad ibn Musa al-Kwarizmi dengan judul ‘Al-Kitab al-Jabr wa-l-Muqabala’ (yang berarti "The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing"), yang menerapkan operasi simbolik untuk mencari solusi secara sistematik terhadap persamaan linier dan kuadratik. Salah satu muridnya, Omar Khayyam menerjemahkan hasil karya Al-Khwarizmi ke bahasa Eropa. Beberapa abad yang lalu, ilmuwan dan matematikawan Inggris, Isaac Newton (1642-17 27) menunjukkan, kelakuan sesuatu di alam dapat dijelaskan dengan aturan atau rumus matematika yang melibatkan aljabar, yang dikenal sebagai Rumus Gravitasi Newton.
Aljabar bersama-sama dengan Geometri, Analisis dan Teori Bilangan adalah cabang-cabang utama dalam Matematika. Aljabar Elementer merupakan bagian dari kurikulun dalam sekolah menengah dan menyediakan landasan bagi ide-ide dasar untuk Ajabar secara keseluruhan, meliputi sifat-sifat penambahan dan perkalian bilangan, konsep variabel, definisi polinom, faktorisasi dan menentukan akar pangkat.
Sekarang ini istilah Aljabar mempunyai makna lebih luas daripada sekedar Aljabar Elementer, yaitu meliputi Ajabar Abstrak, Aljabar Linier dan sebagainya. Seperti dijelaskan di atas dalam aljabar, kita tidak bekerja secara langsung dengan bilangan melainkan bekerja dengan menggunakan simbol, variabel dan elemen-elemen himpunan. Sebagai contoh Penambahan dan Perkalian dipandang sebagai operasi secara umum dan definisi ini menuju pada struktur bilangan seperti Grup, Ring, dan Medan (fields).
Asal Mula Aljabar
Asal mula Aljabar dapat ditelusuri berasal dari bangsa Babilonia Kuno yang mengembangkan sistem aritmatika yang cukup rumit, dengan hal ini mereka mampu menghitung dalam cara yang mirip dengan aljabar sekarang ini. Dengan menggunakan sistem ini, mereka mampu mengaplikasikan rumus dan menghitung solusi untuk nilai yang tak diketahui untuk kelas masalah yang biasanya dipecahkan dengan menggunakan persamaan Linier, Persamaan Kuadrat dan Persamaan Linier tak tentu. Sebaliknya, bangsa Mesir, dan kebanyakan bangsa India, Yunani, serta Cina dalam milenium pertama sebelum masehi, biasanya masih menggunakan metode geometri untuk memecahkan persamaan seperti ini, misalnya seperti yang disebutkan dalam ‘the Rhind Mathematical Papyrus’, ‘Sulba Sutras’, ‘Euclid's Elements’, dan ‘The Nine Chapters on the Mathematical Art’. Hasil karya bangsa Yunani dalam Geometri, yang tertulis dalam kitab Elemen, menyediakan kerangka berpikir untuk menggeneralisasi formula matematika di luar solusi khusus dari suatu permasalahan tertentu ke dalam sistem yang lebih umum untuk menyatakan dan memecahkan persamaan, yaitu kerangka berpikir logika Deduksi.
Seperti telah disinggung di atas istilah ‘Aljabar’ berasal dari kata arab "al-jabr" yang berasal dari kitab ‘Al-Kitab al-Jabr wa-l-Muqabala’ (yang berarti "The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing"), yang ditulis oleh Matematikawan Persia Muhammad ibn Musa al-Kwarizmi. Kata ‘Al-Jabr’ sendiri sebenarnya berarti penggabungan (reunion). Matematikawan Yunani di jaman Hellenisme, Diophantus, secara tradisional dikenal sebagai ‘Bapak Aljabar’, walaupun sampai sekarang masih diperdebatkan siapa sebenarnya yang berhak atas sebutan tersebut Al-Khwarizmi atau Diophantus?. Mereka yang mendukung Al-Khwarizmi menunjukkan fakta bahwa hasil karyanya pada prinsip reduksi masih digunakan sampai sekarang ini dan ia juga memberikan penjelasan yang rinci mengenai pemecahan persamaan kuadratik. Sedangkan mereka yang mendukung Diophantus menunjukkan Aljabar ditemukan dalam Al-Jabr adalah masih sangat elementer dibandingkan Aljabar yang ditemukan dalam ‘Arithmetica’, karya Diophantus. Matematikawan Persia yang lain, Omar Khayyam, membangun Aljabar Geometri dan menemukan bentuk umum geometri dari persamaan kubik. Matematikawan India Mahavira dan Bhaskara, serta Matematikawan Cina, Zhu Shijie, berhasil memecahkan berbagai macam persamaan kubik, kuartik, kuintik dan polinom tingkat tinggi lainnya.
Peristiwa lain yang penting adalah perkembangan lebih lanjut dari aljabar, terjadi pada pertengahan abad ke-16. Ide tentang determinan yang dikembangkan oleh Matematikawan Jepang Kowa Seki di abad 17, diikuti oleh Gottfried Leibniz sepuluh tahun kemudian, dengan tujuan untuk memecahkan Sistem Persamaan Linier secara simultan dengan menggunakan Matriks. Gabriel Cramer juga menyumbangkan hasil karyanya tentang Matriks dan Determinan di abad ke-18. Aljabar Abstrak dikembangkan pada abad ke-19, mula-mula berfokus pada teori Galois dan pada masalah keterkonstruksian (constructibility)
Tahap-tahap perkembangan Aljabar simbolik secara garis besar adalah sebagai berikut:
- Aljabar Retorik (Rhetorical algebra), yang dikembangkan oleh bangsa Babilonia dan masih mendominasi sampai dengan abad ke-16;
- Aljabar yang dikontruksi secara Geometri, yang dikembangkan oleh Matematikawan Vedic India dan Yunani Kuno;
- Syncopated algebra, yang dikembangkan oleh Diophantus dan dalam ‘the Bakhshali Manuscript’; dan
- Aljabar simbolik (Symbolic algebra), yang titik puncaknya adalah pada karya Leibniz.
Klasifikasi dari Aljabar
Aljabar secara garis besar dapat dibagi dalam kategori berikut ini:
1. Aljabar Elementer, yang mempelajari sifat-sifat operasi pada bilangan riil direkam dalam simbol sebagai konstanta dan variabel, dan Aturan yang membangun ekspresi dan persamaan Matematika yang melibatkan simbol-simbol.(bidang ini juga mencakup materi yang biasanya diajarkan di sekolah menengah yaitu ‘Intermediate Algebra’ dan ‘college algebra’);
2. Aljabar Abstrak, kadang-kadang disebut Aljabar Modern, yang mempelajari Struktur Aljabar semacam Grup, Ring dan Medan (fields) yang didefinisikan dan diajarkan secara aksiomatis;
3. Aljabar Linier, yang mempelajari sifat-sifat khusus dari Ruang Vektor (termasuk Matriks);
4. Aljabar Universal, yang mempelajari sifat-sifat bersama dari semua Struktur aljabar.
Dalam studi Aljabar lanjut, sistem aljabar aksiomatis semacam Grup, Ring, Medan dan Aljabar di atas sebuah Medan (algebras over a field) dipelajari bersama dengan telaah Struktur Geometri Natural yang kompatibel dengan Struktur Aljabar tersebut dalam bidang Topologi.
Aljabar Elementer
Aljabar Elementer adalah bentuk paling dasar dari Aljabar, yang diajarkan pada siswa yang belum mempunyai pengetahuan Matematika apapun selain daripada Aritmatika Dasar. Meskipun seperti dalam Aritmatika, di mana bilangan dan operasi Aritmatika (seperti +, −, ×, ÷) muncul juga dalam Aljabar, tetapi disini bilangan seringkali hanya dinotasikan dengan simbol (seperti a, x, y). Hal ini sangat penting sebab: Hal ini mengijinkan kita menurunkan rumus umum dari aturan Aritmatika (seperti a + b = b + a untuk semua a dan b), dan selanjutnya merupakan langkah pertama untuk penelusuran yang sistematik terhadap sifat-sifat sistem bilangan riil.
Dengan menggunakan simbol, alih-alih menggunakan bilangan secara langsung, mengijinkan kita untuk membangun persamaan matematika yang mengandung variabel yang tidak diketahui (sebagai contoh “Carilah bilangan x yang memenuhi persamaan 3x + 1 = 10"). Hal ini juga mengijinkan kita untuk membuat relasi fungsional dari rumus-rumus matematika tersebut (sebagai contoh "Jika anda menjual x tiket, dan kemudian anda mendapat untung 3x - 10 rupiah, dapat dituliskan sebagai f(x) = 3x - 10, dimana f adalah fungsi, dan x adalah bilangan dimana fungsi f bekerja.").
Read more...
Selasa, 15 April 2008
Model Berpikir Think CoW
Secara garis besar Model Berpikir Think CoW menggambarkan Bagaimana proses MENGGUNAKAN dan MENGEMBANGKAN Pengetahuan (Knowledge). Proses ini dimulai dengan proses penetapan Tujuan (Goal) dan dilanjutkan dengan proses meraih tujuan tersebut dengan menggunakan Pengetahuan (Knowledge), baik yang telah dimiliki maupun yang belum dimiliki. Selanjutnya untuk mendapatkan Pengetahuan yang belum dimiliki, --yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan,-- dibutuhkan proses penalaran baik penalaran induktif (Inductive) maupun penalaran deduktif (Deductive). Penalaran itu sendiri adalah proses mendapatkan hubungan dari pengetahuan yang telah ada untuk mendapatkan pengetahuan yang baru.
Di dalam Model Berpikir Think CoW di atas yang diinspirasi oleh struktur otak manusia terdapat 4 (empat) Komponen Utama yang diwakili oleh warna tertentu, yaitu:
1. Goal (Tujuan)
Diwakili oleh warna Putih (white–Blank Sheet) merupakan komponen yang mengkontrol semua proses berpikir yang lain agar bekerja secara efektif dan efisien dalam mencapai Tujuan (Goal) yang telah ditetapkan.
2. Knowledge (Pengetahuan)
Diwakili oleh warna Biru (blue – Sky) merupakan komponen yang melingkupi semua pengetahuan (data, informasi, fakta, teori dsb) yang diperlukan dalam memecahkan problem yang dihadapi.
3. Inductive (Penalaran Induktif)
Diwakili oleh warna Hijau (green-Plant) merupakan komponen untuk melihat pola umum dari problem yang dihadapi. Komponen ini meliputi: melihat keseluruhan problem dan membuat pendekatan baru jika terbentur oleh kendala.
4. Deductive (Penalaran Deduktif)
Diwakili oleh warna Ungu (Purple-Indigo) merupakan komponen untuk memahami pola yang telah dikenali dan menurunkan jawaban terhadap problem yang dihadapi sesuai dengan pola tersebut. Komponen ini meliputi proses menganalisa pola yang dikenali, dan menurunkan jawaban berdasarkan pola tersebut.